Wednesday, August 10, 2011

Menelisik Konvensi Diskriminasi Perempuan

Peran dan posisi perempuan di dalam keluarga dan bahkan masyarakat sudah maklum bagi semua orang. Dalam beberapa dekade terakhir, masalah perempuan menjadi salah satu topik yang hangat dibicarakan di dunia. Berbagai statemen, deklarasi dan konvensi yang sudah dibuat berkenaan dengan kaum perempuan, diantaranya ‘Konvensi Diskriminasi Perempuan' yang dimaksudkan untuk menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap kaum Hawa. Konvensi terakhir ini disusun oleh Majlis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyamakan undang-undang perempuan di semua negara dengan target penyetaraan hak kaum laki-laki dan perempuan. Konvensi Diskriminasi Perempuan disahkan pada 18 Desember 1979.

Konvensi menghapus diskriminasi terhadap perempuan meliputi sebuah mukaddimah dan 30 pasal. Pada pasal pertama disebutkan tentang penghapusan ‘diskriminasi terhadap kaum perempuan', yang bermakna segala bentuk perbedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat berdasarkan jenis kelamin. Pada pasal kedua sampai dengan pasal 16 konvensi ini menyebutkan soal kesetaraan kaum pria dan perempuan dalam sebuah hal. Sampai saat ini, sebagian negara anggota PBB termasuk Republik Islam Iran telah menandatangani konvensi ini. Tentunya pada sejumlah pasalnya ada beberapa hal yang bertentangan dengan hukum Islam, nilai-nilai normatif dan undang-undang sejumlah negara. Karena alasan itulah banyak negara Islam dan non Islam yang tidak bersedia menerima konvensi tersebut akan menerimanya dengan menetapkan sejumlah syarat.
Republik Islam Iran, sebagai negara Islam yang berdaulat, menolak sebagian isi konvensi khususnya yang ada pasal 1 sampai dengan 16. Sebab, materi yang disebutkan di sana bertolak belakang dengan ajaran Al-Qur'an al-Karim, hukum Fiqih Islam dan Undang-undang Dasar Republik Islam Iran. Layak dicatat bahwa UUD Republik Islam Iran yang disusun berdasarkan ajaran Islam telah menempatkan kaum perempuan di tempat yang tinggi dan mulia dengan menetapkan berbagai hak bagi mereka. Berdasarkan aturan dan hukum Islam, kaum perempuan berhak ambil bagian dalam pemerintahan dan memiliki aktivitas sosial, politik, budaya dan ekonomi. UUD Iran menolak memperalat perempuan. UUD ini menegaskan bahwa kaum perempuan memikul tanggung jawab besar dan mulia sebagai ibu yang merupakan poros bagi kehidupan keluarga. Kaum perempuan memiliki kehormatan dan kemuliaan yang tinggi.
Banyak negara menentang konvensi penghapusan diskriminasi terhadap perempuan karena alasan bertolak belakang dengan kepentingan nasional dan nilai-nilai keagamaan dan budaya. Setiap negara akan dengan teliti mempelajari dan mengkomparasikan isi konvensi dengan kepentingan dan nilai-nilai kultur budayanya sebelum bergabung dengan konvensi ini. Sebab, ketika konvensi ini disusun oleh negara-negara Barat yang notabene menjunjung tinggi ideologi liberal, konvensi penghapusan diskriminasi terhadap perempuan mau tak mau terpasung dalam ideologi tersebut. Tak heran jika sejumlah pasalnya bertolak belakang dengan pemikiran dan nilai-nilai sakral yang dianut oleh negara-negara Islam.



Konvensi penghapusan diskriminasi terhadap kaum perempuan punya sederet masalah yang bisa menggoyahkan pilar bangunan keluarga. Padahal, keluarga adalah institusi paling mendasar dalam masyarakat yang sudah pasti punya kedudukan, posisi dan peran yang istimewa. Sementara, dalam konvensi ini, perempuan dan laki-laki dipandang sebagai dua wujud yang terpisah dan tidak saling memerlukan. Pandangan semacam ini jelas akan membuat komitmen keduanya terhadap pasangan masing-masing menjadi goyah dan ujung-ujungnya adalah melemahnya pondasi keluarga.

Konvensi ini berulang kali menyebutkan ungkapan ‘penghapusan ketidaksetaraan' antara laki-laki dan perempuan. Menurutnya, segala bentuk hal yang dinilai sebagai bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan harus ditiadakan dan perempuan harus mendapat hak yang sama dengan kaum pria. Konvensi ini menyatakan bahwa semua perbedaan yang didasarkan pada masalah gender termasuk dalam kategori diskriminasi dan harus dihapuskan.
Prinsip kesetaraan laki-laki dan perempuan punya akar kuat pada budaya Barat, ketika para teoretis di sana melangkah di jalur yang keliru dalam mengenal jatidiri dua jenis manusia yang berbeda ini dan peran masing-masing di alam penciptaan. Akibatnya teori yang mereka paparkan meluncur ke lembah ketidakadilan. Di Dunia Barat, slogan kesetaraan justeru sangat merugikan kaum Hawa. Dengan alasan kesetaraan gender, kaum perempuan di Barat dipaksa mengemban tugas dan tanggung jawab yang sama dengan kaum pria tanpa peduli akan kondisi fisik dan kejiwaannya. Dengan kondisi yang tercipta itu, kaum perempuan berduyun-duyun terjun ke bursa pekerjaan untuk bisa memperoleh kedudukan sosial yang baik. Akibatnya, mereka terdera gangguan mental dan kejiwaan lebih besar dari yang dialami kaum pria.
Fakta yang disebutkan tadi diakui sendiri oleh para pakar bahkan aktivis feminisme post modern sendiri di Barat. Mereka mengatakan, penyamaan tugas dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan tidak membuat keduanya berada pada posisi yang semestinya, bahkan memicu ketidakadilan dan kezaliman. Islam punya pandangan yang berbeda dengan pandangan kaum liberal soal perbedaan gender. Penyamaan laki-laki dan perempuan dalam semua hal telah membuat Dunia Barat terjebak dalam dilema keadilan terhadap keduanya.
Berbeda halnya dengan Islam. Agama tauhid ini memandang laki-laki dan perempuan sama dari sisi kemanusiaan. Karena itu, kedua jenis ini punya potensi untuk mencapai derajat kemanusiaan yang sempurna. Hanyasaja, perbedaan yang ada pada keduanya berujung pada perbedaan peran masing-masing di alam penciptaan. Artinya, perbedaan yang ada antara laki-laki dan perempuan tidak terbatas pada sisi fisik saja tetapi juga pada banyak dimensi lainnya seperti mental, psikologis, pemikiran dan bahkan perilaku. Namun demikian, perbedaan ini tidak berarti kelebihan satu jenis atas jenis yang lain. Islam memandang perbedaan itu sebagai sisi yang bisa menghubungkan keduanya untuk saling menyempurnakan. Sebab, interaksi antara manusia selalu didasari oleh kebutuhan timbal balik. Hubungan antara laki-laki dan perempuan pun tidak keluar dari kaedah tersebut.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Khamenei mengenai perbedaan antara laki-laki dan perempuan mengatakan, "Status sebagai perempuan adalah satu hal yang bernilai bagi orang perempuan. Sebaliknya, bukan satu kelebihan jika perempuan berusaha meniru laki-laki. Sama halnya dengan laki-laki yang tidak bisa dibenarkan meniru perempuan. Masing-masing memiliki peran dan posisi alamiah sendiri. Masing-masing memiliki tujuan yang khas di alam penciptaan yang telah digariskan dengan bijak oleh Allah Swt, dan tujuan itu harus terwujud."
Di dunia kontemporer, kaum perempuan yang lahiriyah menikmati kesetaraan gender ternyata menjadi korban diskriminasi. Sebab, diskriminasi terselubung telah menghimpit kepribadian perempuan. Kini muncul pertanyaan, apakah Konvensi Penghapusan Diskriminasi Perempuan telah memuat pasal yang mencegah terjadinya diskriminasi terselubung? Tahun 1994, saat berlangsung konferensi di Beijing, Cina, berbagai protes mengemuka. Mereka mempersoalkan masalah kesamaan laki-laki dan perempuan. Bahkan untuk menyatakan protesnya, utusan dari sejumlah negara bangkit meninggalkan sidang.
Utusan Parlemen Kanada di konferensi Beijing termasuk salah satu peserta yang memprotes konvensi dengan cara meninggalkan ruang sidang. Kepada wartawan ia mengatakan, "Kita harus mempertahankan perbedaan yang ada antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana adanya di alam penciptaan. Sebab perbedaan itulah yang menjaga kelestarian kita."
Dia menambahkan, "Masalah terbesar yang dialami oleh kaum perempuan Kanada adalah masalah persamaan. Sebab persamaan itulah yang memaksa perempuan Kanada masuk ke medan kerja yang tidak layak. Akibatnya, suami saya bekerja delapan jam sehari lalu kembali ke rumah untuk beristirahat. Sementara, saya harus bekerja dua kali lipat untuk mendapatkan gaji setengah dari gaji yang didapat."
Di akhir pembicaraan ini kami akan mengutip kata-kata Ayatollah al-Udzma Khamenei terkait perbedaan antara pria dan perempuan. Beliau mengatakan, "Islam tidak pernah meributkan isu gender. Yang dikumandangkan Islam adalah keagungan martabat insaniah, etika kemanusiaan, aktivasi potensi manusia, penunaian tugas masing-masing manusia atau masing-masing jenis gender manusia sesuai bawaan masing-masing. Islam sangat mengindahkan perbedaan bawaan dan karakter alami antara laki-laki dan perempuan. Yang ditekankan oleh Islam adalah keseimbangan. Dengan kata lain, faktor yang harus diindahkan sepenuhnya adalah keadilan antarmanusia, termasuk antara laki-laki dan perempuan."

No comments:

Post a Comment

Jadilah anda yang pertama

Berita Terbaru