Membingungkan, suatu kebijakan yang dianggap baik, namun pada realisasinya menjadi pro kontra, terutama dikalangan ulama dan pegawai yang merasa hak-haknya dimanupulasi oleh atasan.
Ceritanya, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau, melalui Bupati Drs H Achmad M.Si, intruksikan seluruh pegawai, baik tenaga honorer dan Pegawai Negeri Sipil (PNS), khusus beragama Islam, untuk gelar Shalat Zuhur dan Ashar secara berjamaah setiap hari jam kerja (Senin-Jumat) di Masjid Agung Islamic Center Pasir Pengaraian, sebuah masjid yang dibangun dengan dana Multiyears APBD Rokan Hulu.
Sebelumnya, tahun 2010 lalu, intruksi ini sudah dilakukan agar seluruh pegawai beragama Islam untuk gelar shalat berjamaah, namun karena kesibukan, dan butuh istirahat siang, para pegawai lebih memilih laksanakan kewajibannya di rumah, usai makan siang bersama anak istrinya.
Namun awal tahun 2011, pegawai kembali dipaksa agar mereka setiap jam kerja. Lebih mirisnya, bagi pegawai yang tak laksanakan intruksi ini, dengan peraturan yang sudah ditetapkan, minimal 3 kali tak ikut shalat berjamaah, maka uang kesejahteraan mereka akan dipotong sebanyak 100 persen.
Sejumlah ulama mengaku mendukung program ini, tetapi ketika ditanya, apakah ada dalil dan hadist Rasulullah SAW, untuk memotong uang yang menjadi hak mereka, dan menyuruh untuk lakukan shalat di suatu tempat, tak satu pun dari mereka bisa menjawabnya. Ini menunjukkan, para ulama tidak tahu bagaimana efek buruk di belakang hari.
Pegawai sendiri tak ada yang berani berkomentar terkait paksaan ini. Mereka takut akan sifat Bupati Achmad, terkenal tempramental. Bahkan oleh media ia pernah dijuluki sebagai manusia yang biasa menggunakan pakaian kebesaran jubah putih, layaknya sunan, hanya kedoknya untuk menutupi kasus “Korupsi Pengadaan dan Pembelian Genset 2X5 MVA Sei Kuning” yang sedang mengincarnya, dan membawa-bawa namanya. Konon dana Rp45 miliar, digunakan untuk pembangunan lainnya, dan belum menjadi bahan KPK untuk turun tangan. Padahal Bupati Pelalawan, dengan tuduhan lainnyua, sudah meringkuk dalam sel. Ada apa sebenarnya?
Terlepas dari itu, kembali kepada kebijakan shalat berjamaah, sejumlah pegawai, khususnya kaum Ibu yang memiliki anak Balita dan masih menyusui kerap mengeluh dengan kebijakan ini, pasalnya mereka tak bisa pulang siang untuk menyusui anak mereka, harus ikut shalat berjamaah di Masjid Agung.
Banda Aceh yang sudah menerapkan Syariat Islam saja, tak separah peraturan yang dibuat oleh Bupati Achmad ini. Apalagi sudah berani menerapkan pemotongan uang kesejahteraan pegawainya. Lalu yang menjadi pertanyaan, untuk apa uang denda tersebut? Apakah pegawai yang dipotong uang kesejahteraannya itu ikhlas?
Walau pun, sekitar ratusan media di Riau, tak satu pun berani mengungkap masalah ini. Sebab bukan rahasia umum lagi, Bupati Achmad paling suka intervensi wartawan jika berita tersebut memojokkan dirinya. Ada beberapa wartawan mengaku pernah ditelepon orang nomor satu di Rokan Hulu, Riau. Ia paling anti, jika negerinya diburuk-burukkan. Padahal kebijakannya, sering menjadi pegawainya justru bekerja tak nyaman.
Dari persoalan ini, saya ingin ada ustad, ulama, atau ahli agama, memberikan masukan di blog ini. Ketidak ikhlasan pegawai dalam menjalankan ibadah Shalat Zuhur dan Ashar secara berjamaah, apakah tidak menjadi dosa nantinya? Bagaimana tanggapan ahli agama dan orang awam dalam peraturan yang menjadi Pro dan Kontra ini?
Walau Ilmu Agama saya terbilang dangkal, namun saya tidak pernah mendengar dan membaca, bahwa Nabi Muhammad SAW, mengarahkan umatnya untuk shalat ke suatu tempat, tetapi mewajibkan bagi yang mampu untuk laksanakan Haji ke Makkah. (JapanKids)
sumber : http://masakijapan.blogdetik.com
sumber : http://masakijapan.blogdetik.com
No comments:
Post a Comment
Jadilah anda yang pertama