Thursday, August 2, 2012

Sehari Setara Dengan Lima Puluh Ribu Tahun


Perhitungan waktu sangat bergantung kemana kita menyandarkan pedoman. Apakah berpatokan kepada Bulan, ke Matahari, ke Planet, atau benda-benda langit lainnya. Di era modern, perhitungan waktu sudah disandarkan kepada jumlah getaran atom. Sehingga disepakati, satu detik adalah setara dengan getaran atom Caesium-133 sebanyak  9.192.631.770 kali. Maka panjangnya waktu semenit, sejam, sehari, sebulan dan setahun adalah perkalian dari ukuran paling dasar ini.

Dengan menggunakan jam atomik, kita tidak bingung lagi menetapkan panjang waktu dimana pun berada. Jangankan hanya lintas benua, pergi keluar angkasa pun kita tetap bisa menggunakan patokan waktu itu untuk menandai berbagai kegiatan, termasuk ibadah shalat dan puasa. Besaran waktu mutlak alam semesta telah bisa diterjemahkan ke dalam waktu digital. Ini akan semakin mempermudah interaksi manusia dalam jarak jauh, dengan akurasi sampai sepersekian detik. Bukankah kalender dan jam memang diciptakan untuk memudahkan manusia melakukan interaksi, dan bukan untuk mempersulit serta memunculkan masalah baru?


Sebenarnyalah waktu itu bersifat relatif bergantung kepada posisi pengamat. Karena itu, kita bisa melakukan berbagai manipulasi dengan cara mengubah-ubah posisi pengamat, bahkan kecepatan pengamat. Di posisi yang berbeda, satu hari bisa memiliki makna berbeda. Katakanlah sehari di planet Venus ternyata berdurasi 243 hari Bumi, atau sekitar 8 bulan disini. Kalau dikonversi ke jam, sehari di planet Venus adalah setara dengan 5.832 jam, sementara itu di Bumi cuma 24 jam.

Kenapa bisa demikian? Karena, ‘sehari’ didefinisikan sebagai satu kali putaran benda langit terhadap sumbu rotasinya. Atau dalam bahasa awam, dimulai dari datangnya malam sampai ke malam berikutnya. Dikarenakan putaran planet Venus yang lambat, sehari disana menjadi sedemikian panjang. Bandingkan pula dengan planet Yupiter yang berputar lebih cepat, sehingga seharinya hanya berdurasi 9,8 jam. Tapi, setahunnya sangat panjang, yakni 4.329 hari. Padahal di Bumi hanya 365 hari.

Apa yang saya sampaikan di atas telah memberikan kesadaran baru, bahwa waktu alam semesta memang berjalan secara mutlak, tetapi ketika diobservasi oleh pengamat menjadi relatif. Karenanya, mesti dibuat kesepakatan-kesepakatan yang memberikan kemudahan kepada manusia secara kolektif agar bisa dijadikan patokan interaksi. Sebuah patokan yang bersifat global, bahkan universal.

Al Qur’an menginformasikan dalam berbagai ayat bahwa waktu memang relatif bergantung pada pengamat atau pelaku. Ada yang seharinya setara dengan seribu tahun. Seperti dijelaskan ayat ini: ‘’Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, yang kemudian naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya seribu tahun menurut perhitunganmu. [QS. Sajdah: 5].

Ada pula yang berkadar lima puluh ribu tahun, seperti yang terjadi pada para malaikat yang sedang bergerak naik ke langit dengan kecepatan mendekati cahaya. ‘’Para malaikat dan Jibril naik kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.’’ [QS. Al Ma’arij: 4]

Dan lebih dahsyat lagi adalah sehari yang berkadar miliaran tahun, seperti yang diceritakan Allah terkait dengan penciptaan alam semesta. Bahwa, alam semesta yang sudah berusia 13,7 miliar tahun ini, menurut Al Qur’an, sebenarnya hanya setara dengan enam hari saja. ‘’Yang telah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam enam hari. Kemudian Dia bersemayam di ‘Arsy. (Dialah) Yang Maha Pemurah. Maka tanyakanlah kepada yang lebih mengetahui tentang Dia.’’

Bagaimanakah penjelasannya, sehingga waktu alam semesta bisa mulur-mungkret seperti itu? Saya ambil salah satu contoh saja, dari ayat-ayat tersebut. Yakni yang terjadi pada para malaikat, dimana seharinya bisa setara 50 ribu tahun. Relativitas waktu semacam ini, sebenarnya sangat dimungkinkan oleh teori Fisika Modern. Albert Einsteinlah yang menjelaskannya lewat teori relativitas waktunya. Bahwa segala sesuatu yang bergerak dengan kecepatan mendekati cahaya, waktunya akan mulur.

Nah, dalam terminologi agama Islam, malaikat disebut sebagai makhluk yang berbadan cahaya. Karena itu ia bisa melesat dengan kecepatan sangat tinggi: 300 ribu kilometer/ detik. Sehingga ketika dia naik ke langit dengan kecepatan mendekati cahaya, waktunya menjadi mulur, relative terhadap waktu manusia sebesar 50 ribu tahun.

Berapakah kecepatan malaikat saat itu? Anda bisa menghitungnya dengan menggunakan rumus relativitas waktu Einstein: T= To/[1-V^2/C^2]^(1/2). Dimana T adalah waktu malaikat. To adalah waktu manusia. V= kecepatan malaikat. Dan C = kecepatan cahaya. Dari perhitungan itu akan diperoleh angka kecepatan malaikat sebesar 0,9999999999999985 kecepatan cahaya. Artinya, mereka melesat dengan laju yang sudah sangat dekat dengan kecepatan cahaya.

‘’Demi (para malaikat) yang turun dari langit dengan kecepatan tinggi, dan yang mendahului dengan laju sangat kencang.’’ [QS. An Naazi’aat: 3-4].

Wallahu a’lam bishshawab.

sumber : klik disini

No comments:

Post a Comment

Jadilah anda yang pertama

Berita Terbaru