Sunday, August 12, 2012

Memahami Al Quran Jangan Sepotong Sepotong


Banyak diantara umat Islam yang memahami informasi Al Qur’an secara sepotong. Cara demikian sangat berbahaya dan bisa menyesatkan. Apalagi jika lantas didoktrinkan kepada orang awam, hasilnya bisa memunculkan berbagai penyimpangan dalam beragama. Mulai dari yang bersifat keyakinan personal, mencari pembenaran terkait dengan kepentingan terselubung, sampai pada meluasnya radikalisme yang kebablasan.

Bagi saya, ayat-ayat Al Qur’an itu mirip dengan potongan puzzle yang dipisah-pisahkan, sehingga belum memberikan kesimpulan gambar utuh jika hanya dipahami sepotong. Atau, mirip cerita tujuh orang buta yang ingin memahami gajah. Dimana setiap orang buta itu, karena keterbatasannya, hanya bisa memahami sejauh yang bisa dirabanya. Karena itu, mereka lantas berselisih pendapat tentang bentuk gajah.


Ada yang bilang gajah seperti ular piton karena si orang buta itu kebetulan hanya bisa meraba belalainya. Ada pula yang mengatakan gajah seperti cambuk, karena ia hanya bisa memegang ekornya. Dan ada juga yang berpendapat gajah mirip kipas karena kebetulan hanya bisa memegang telinganya. Dan seterusnya. Walhasil, pendapatnya berbeda-beda karena belum holistik dalam memahami binatang berukuran jumbo itu.

Demikian pula dengan pemahaman kita terhadap ayat-ayat Qur’an. Kitab suci ini adalah kitab petunjuk yang sangat sempurna, sehingga segala keterbatasan kita akan menjadi faktor penentu terhadap kepahaman yang holistik itu. Dan akan menyebabkan terjadinya selisih pendapat dalam menafsirinya. Semakin sedikit ilmu seseorang, semakin terbatas pula pemahamannya terhadap kandungan Al Qur’an. Sebaliknya, semakin banyak ilmunya, akan semakin bagus pula pemahamannya.

Namun, bukan hanya itu. Distorsi pemahaman terhadap kandungan ayat itu juga disebabkan oleh struktur ayat-ayat Qur’an yang diwahyukan secara terpisah-pisah. Cobalah perhatikan ayat-ayat Qur’an itu, informasi tentang suatu tema diceritakan dalam berbagai ayat yang berlainan dan berbagai surat yang terpisah. Kadang diulang-ulang, kadang ditambahi dengan kalimat penjelas, kadang menyoroti suatu masalah yang sama tapi dengan sudut pandang yang berbeda.

‘’ Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang (sebagian ayatnya) serupa lagi berulang-ulang. Gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah. Dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpin pun.’’ [QS. Az Zumar: 23]

Allah juga memberitahukan kepada kita, bahwa Al Qur’an yang berisi petunjuk buat manusia itu memuat penjelasan-penjelasan tentang suatu tema di berbagai ayat secara terpisah-pisah. Karena itu, jika kita belum mengerti terhadap suatu ayat, karena informasinya baru sepotong, sebaiknya kita melakukan eksplorasi ke ayat-ayat lainnya yang terkait. Inilah yang disebut sebagai tafsir bil ayat itu. Menjelaskan makna kandungan ayat dengan ayat-ayat lainnya.
                 
‘’Bulan Ramadan, adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (hikmah-hikmah) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia, dan (berisi) penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, serta pembeda (antara yang hak dan yang batil).’’ [QS. Al Baqarah: 185]

Contoh konkretnya sangat banyak di sekitar kita. Misalnya, tak sedikit kawan-kawan kita yang melakukan poligami dengan mendasarkan dalilnya pada QS. An Nisaa’: 3 ~ ‘’maka kawinilah wanita-wanita yang kamu sukai dua, tiga atau empat...’’ Ayat ini kalau dipahami sepotong begini tentu saja menjadi seakan-akan berisi ‘perintah’ untuk berpoligami. Tetapi, kalau kita baca secara holistik dengan ayat-ayat lainnya, saya yakin Anda akan memiliki pemahaman yang berbeda tentang hal ini. Bahwa poligami di dalam Islam itu boleh, asal bukan karena alasan syahwat.

Contoh lainnya, tentang radikalisme dan pembunuhan. Tidak sedikit pula kalangan radikal yang mengambil QS. Al Baqarah: 191. ‘’Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu; dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan...’’ Kalau ayat tersebut diambil sepotong, tentu seakan-akan Islam adalah agama radikal yang boleh membunuh seenaknya, karena ayat itu dipahami keluar dari konteksnya.

Atau, bagi siapa saja yang mau korupsi pun, jika mencari dalil-dalil dari dalam Al Qur’an dengan cara seperti itu tentu akan memperoleh dasar hukumnya. Misalnya, QS. Al Jumu’ah: 10 ~ ‘’...maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia (rezeki) Allah...’’  Cara mencari rezekinya bagaimana? Lantas, ada yang menjawab: ‘’ya terserah aku..!’’ Wah, rusaklah kalau caranya begini. Perbuatan jahat apa pun bisa memperoleh dalil dari dalam Al Qur’an.

Tentu bukan demikian. Ilustrasi diatas adalah sekedar gambaran, bahwa memahami Al Qur’an memang harus dilakukan secara utuh dan mengaitkan ayat-ayat yang berfungsi sebagai penjelas. Contoh konkret yang telah kita bahas sebelumnya, adalah tentang turunnya Al Qur’an alias Nuzulul Qur’an. Di suatu ayat disebut turun berangsur-angsur, di ayat lainnya diinformasikan di dalam bulan Ramadan, dan di ayat yang berbeda lagi diceritakan di satu malam yang penuh berkah serta penuh hikmah yang dikenal sebagai Lailatul Qadr. Jika ayat-ayat itu kita padukan secara holistik akan menjadi sebagai berikut.

Bahwa, Al Qur’an itu di zaman Rasulullah memang diturunkan secara berangsur-angsur selama 23 tahun, sebagaimana catatan sejarah. Tetapi setiap bulan Ramadan Allah selalu mengutus Jibril dan para malaikat untuk menurunkan hikmah yang terkandung di dalamnya kepada siapa saja yang mengkaji Al Qur’an secara intensif sambil mensucikan dirinya lewat puasa Ramadan. Dan saat-saat turunnya hikmah itu disebut sebagai Lailatul Qadr.

Nah, pemahaman holistik semacam itulah yang harus dilakukan oleh umat Islam terhadap Al Qur’an yang penuh hikmah ini. Bukan pemahaman sepotong yang memunculkan berbagai distorsi seperti yang banyak terjadi. Baik karena disengaja maupun dilakukan tanpa sengaja. Semoga Allah selalu membimbing kita di dalam Ridha-Nya. Wallahu a’lam bishshawab.

sumber : klik disini

No comments:

Post a Comment

Jadilah anda yang pertama

Berita Terbaru