Suatu ketika Pak Dahlan Iskan (menteri BUMN, red.) bertanya kepada saya: ‘’Apakah di dalam Al Qur’an ada perintah untuk berdoa sebanyak-banyaknya?’’ Saya jawab: ‘’tidak ada. Yang ada ialah perintah untuk BERDZIKIR sebanyak-banyaknya.’’ Rupanya, Pak Dahlan sedang galau tentang banyaknya orang yang sangat suka berdoa, tetapi kurang berusaha. Sehingga, terasa kurang menghargai karunia Allah yang telah diberikan kepada kita untuk bekerja keras dalam menggapai tujuan.
Saya memang tidak menemukan perintah untuk berdoa sebanyak-banyaknya itu. Bahkan para nabi dan rasul beserta para pengikutnya yang sedang berjuang menegakkan agama Allah pun ketika sedang menghadapi masalah tidak diperintahkan untuk berdoa, melainkan disuruh banyak-banyak berdzikir.‘’Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan berdzikirlah menyebut (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu memperoleh kemenangan.’’ [QS. Al Anfaal (8): 45].
Dan perintah itu diulang-ulang di dalam berbagai ayat untuk kepentingan yang lebih umum. Bahwa, dalam kondisi apa pun Allah memerintahkan kepada kita untuk memperbanyak dzikir. ‘’Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.’’ [QS. Al Ahzab: 41].
Kenapakah kita disuruh banyak berdzikir dibandingkan minta tolong? Agaknya kita sudah bisa menebak alasan yang ada di baliknya. Bahwa, orang yang terlalu sering meminta tolong justru akan memperlemah daya juangnya sendiri. Sebaliknya, orang yang banyak berdzikir mengingat Allah akan menguatkan.
Berdzikir memiliki makna selalu merasa dekat dengan Allah secara lahiriah maupun batiniah. Menyebut dengan lisan maupun mengingat dengan hati. Ada perasaan selalu bersama dengan-Nya kapan saja dan dimana saja, sehingga memunculkan rasa tenteram dan percaya diri untuk memperoleh pertolongan dan perlindungan dari-Nya. ‘’(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berdzikir kepada Allah, Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati manusia menjadi tenteram.’’ [QS. Ar Ra’d: 28].
Di dalam dzikir itu, sebenarnya sudah terkandung doa meminta pertolongan dan perlindungan kepada-Nya. Tetapi tidak semata-mata diungkapkan sebagai permintaan tolong yang berkepanjangan. Yang seringkali, justru melemahkan motivasi untuk berjuang dan bekerja keras mencapai tujuan. Allah sudah memberikan segala anugerah berupa kecerdasan, ilmu pengetahuan, kekuatan, kekuasaan, rezeki, dan sebagainya yang harus kita gunakan secara maksimal. Dalam kerja keras dan perjuangan itulah Allah bakal menilai kita apakah kita pantas memperoleh karunia yang lebih besar lagi.
Karena itu tidak heran, Allah menginformasikan kepada kita bahwa ganjaran surga pun bakal diberikan kepada orang-orang yang telah berusaha dan bekerja keras. Bukan kepada orang-orang yang gemar berdoa sambil bemalas-malasan. ‘’Apakah kamu mengira akan masuk surga, padahal belum terbukti bagi Allah orang-orang yang berjuang di antaramu, dan belum terbukti orang-orang yang sabar.’’ [QS. Ali Imran: 142].
Dengan kata lain, lha wong belum berjuang dan berusaha keras untuk mencapainya, kok sudah berangan-angan dapat surga. Demikian pula, belum terbukti bisa menaklukkan masalah dengan penuh kesabaran, kok sudah berharap kesuksesan. Bukan begitu. Hanya orang-orang yang pantas dapat kesuksesanlah yang bakal diberi kesuksesan oleh Allah. Dan hanya orang-orang yang pantas memperoleh kegagalanlah yang akan diberi kegagalan oleh-Nya.
Dalam ayat berikut ini, Allah juga memberikan informasi semacam itu. Kita dipersilakan untuk memilih menjadi orang yang mau maju atau mau mundur. Semua bergantung kepada kita sendiri. Setiap diri bertanggungjawab sepenuhnya atas keputusan yang diambilnya. Liman syaa-a minkum an yataqaddama au yata-akhkhar. Kullu nafsin bimaa kasabat rahiinah – Bagi siapa saja diantara kalian yang mau maju atau mau mundur (silakan). Setiap diri bertanggungjawab atas apa yang diperbuatnya..! [QS. Al Mudatstsir: 37-38]
Maka dalam konteks dzikir dan doa ini, kita diajari untuk melakukannya secara proporsional. Dzikir dianjurkan dilakukan sebanyak-banyaknya agar jiwa kita selalu ‘nyambung’ dengan Allah. Maka, ketika jiwa sudah tersambung kepada-Nya, doa tidak perlu banyak-banyak, sudah sangat mustajab. Karena jiwanya telah terisi penuh oleh eksistensi Allah.
Sebaliknya, tidak sedikit orang yang berdoa tetapi jiwanya tidak tersambung kepada Allah. Dzikirnya buruk, karena tidak sepenuh hati, sehingga jiwanya pun jauh dari Allah. Bagaimana mungkin doa yang demikian bisa terkabul. Lha wong doa itu hanya meluncur dari lisannya, tanpa melibatkan hatinya. Sementara itu, Allah mengajari agar kita tidak lalai saat berdzikir kepada-Nya dengan merendahkan suara maupun berbisik-bisik mesra di dalam jiwa.
‘’Dan berdzikirlah menyebut (nama) Tuhanmu di dalam jiwamu, dengan merendahkan diri dan rasa takut serta dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang hari. Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.’’ [QS. Al A’raaf: 205].
Wallahu a’lam bishshawab.
sumber : klik disini
No comments:
Post a Comment
Jadilah anda yang pertama