Monday, August 6, 2012

Berpuasa Menyongsong Turunnya Al Quran

Kenapakah umat Islam menjalankan puasa di bulan Ramadan? Apakah penyebabnya? Seorang kawan menjawab: ‘’supaya kita menjadi orang yang bertakwa’’. Ia pun lantas mengutip QS. Al Baqarah: 183: ‘’Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu AGAR kamu BERTAKWA.’’

Saya katakan, jawaban itu belum tepat. Karena ‘agar bertakwa’ itu bukan ‘penyebab’. Melainkan ‘akibat’. Jika kita berpuasa dengan baik dan benar, akibatnya kita akan menjadi orang yang bertakwa – memiliki kontrol diri yang bagus.

Kawan saya lainnya ikutan menjawab: ‘’supaya menjadi sehat.’’ Dia pun mengutip hadits Rasulullah SAW: Shuumu tashiihu – berpuasalah maka kamu bakal sehat. Saya katakan lagi, ‘’supaya sehat’’ itu pun bukan ‘penyebab’, melainkan ‘akibat’. Siapa saja berpuasa dengan baik dan benar, insya Allah, (akibatnya) dia akan menjadi lebih sehat.

Keduanya – takwa dan sehat – adalah akibat dari berpuasa, karena menggunakan kata sambung ‘agar’ dan ‘supaya’. Ada hal lain yang menjadi penyebab utama kenapa umat Islam disuruh berpuasa pada bulan Ramadan. Yakni, disebabkan oleh turunnya al Qur’an sebagai petunjuk di dalam bulan suci itu. Dasar ayatnya adalah QS. Al Baqarah: 185.

‘’Bulan Ramadan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia. Dan (berisi) penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu. Serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). KARENA ITU, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (datangnya) bulan itu, HENDAKLAH ia BERPUASA di bulan tersebut...’’

Nah, kata sambung ‘karena itu’ dalam ayat di atas menunjukkan ‘penyebab’. Bahwa, umat Islam diperintahkan untuk berpuasa disebabkan oleh turunnya Al Qur’an. Bukan oleh sebab yang lain-lain. Karenanya, adalah sebuah ‘kekeliruan besar’, jika ada orang yang berpuasa Ramadan tidak rajin membaca Al Qur’an. Dia menyalahi latar belakang turunnya perintah puasa Ramadan.

Bukan hanya membaca Al Qur’an secara formalitas belaka – asal khatam bolak-balik – melainkan harus sampai memperoleh petunjuk dari dalamnya. Sebab, ayat tersebut jelas-jelas memberikan arah, bahwa Al Qur’an yang diturunkan di bulan Ramadan ini berisi petunjuk. Bahkan, lebih jauh, harus sampai memperoleh al furqan alias ‘pembeda’. Sebuah ungkapan implisit, bahwa seseorang yang sudah memperoleh petunjuk itu mestinya bisa ‘tampil beda’ dalam kehidupan sehari-harinya. Bukan menjadi follower, tetapi menjadi trend setter.

Dengan kata lain, seseorang yang menerapkan ajaran Al Qur’an dalam hidupnya ia akan mempunyai pegangan kokoh yang menjadikannya sebagai pioner yang mencerahkan. Menjadi agen perubahan. Bahkan menjadi teladan. Tapi, kenapa banyak orang islam yang belum bisa menjadi pioner, agen perubahan, dan teladan? Jawabnya sederhana: berarti ia belum memperoleh petunjuk dari dalam Al Qur’an. Barangkali, membacanya hanya sebatas formalitas. Khatam bolak-balik tapi tidak paham maknanya. Apalagi menjalankan dalam kehidupan sehari-sehari.

Misal: Al Qur’an mengajarkan kejujuran, dan kita sudah khatam bolak-balik membaca ayat-ayat tentang kejujuran itu, tetapi dalam kehidupan sehari-hari banyak diantara kita yang tidak jujur. Al Qur’an mengajarkan keadilan, dan kita berkali-kali mengutipnya, tapi setiap hari kita tidak berlaku adil. Al Qur’an mengajarkan berpolitik yang Islami, tetapi akhlak berpolitik kita amburadul. Dan seterusnya, banyak ketidakcocokan antara petunjuk Al Qur’an dengan perilaku kita, dalam berbudaya, berekonomi, berpendidikan, berumah tangga, bermasyarakat, dan lain sebagainya.

Maka, bulan Ramadan adalah bulan membaca al Qur’an sampai paham. Bukan hanya soal khatam. Apalagi, dengan cara ‘rombongan’ yang dilakukan paralel berbagi-bagi juz, dengan maksud bisa menyelesaikan khataman berkali-kali. Sampai-sampai, membacanya seringkali dengan ‘kecepatan tinggi’, yang menyalahi petunjuk di dalam Al Qur’an itu sendiri. Bahwa membaca Al Qur’an mesti dilakukan dengan tenang – tidak boleh cepat-cepat – dan sambil merenungkan isinya secara mendalam.

Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menyelesaikan)-nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah menghimpunkan (pengertian)-nya dan membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasan (isi)nya. [QS. Al Qiyaamah: 16-19]

Dengan cara ini, umat Islam akan memperoleh hikmah yang luar biasa banyaknya dari dalam Al Qur’an sebagai kitab petunjuk. Dan lantas melatihnya selama bulan Ramadan dengan puasa yang baik dan benar. Puasa yang bukan hanya menahan lapar dan dahaga. Melainkan puasa yang bisa mendidik jiwa-raga kita menjadi lebih sehat dan bertakwa. Hasilnya, insya Allah, seusai Ramadan umat Islam bakal memperoleh al furqaan yang menjadikannya sebagai pribadi yang ‘tampil beda’. Bahkan, menjadi agen perubahan menuju arah yang lebih baik bagi masyarakatnya. Sungguh bangsa ini butuh orang-orang yang seperti itu..! Wallahu a’lam bishshawab.


sumber : klik disini

No comments:

Post a Comment

Jadilah anda yang pertama

Berita Terbaru