Friday, December 10, 2010

Pagi Buyar

Minggu pagi menjelang keberangkatan jamaah calon haji Banjarnegara menuju Solo lalulintas cukup ramai, jauh lebih ramai dari hari-hari biasanya. Pagi itu juga aku mengantar ibu menuju pendopo Kabupaten Banjarnegara, tempat dimana rombongan calon jamaah haji asal Banjarnegara itu di lepas oleh Bupati Banjarnegara Drs. Ir. H Djasri MM MT .
Disaat yang bersamaan teman-teman Baturgedhe ada acara rutin olahraga (badminton), karena sejalan tak lupa membawa peralatan olah raga yang dibutuhkan.  Sedikit tergesa-gesa memang karena khawatir  rombongan segera berangkat. Dalam waktu yang cukup singkat  kamipun sampai tujuan.
Apa yang dikhawatirkan ternyata nyaris saja terjadi, meskipun rombongan Calon Jamaah Haji belum berangkat tapi kami sudah tidak dapat lagi menemuinya, sebab mereka sudah siap di bus masing-masing tinggal menunggu detik-detik pemberangkatan.
Belum sempat berpikir bagaimana untuk dapat menemui saudara kami yang sebentar lagi berangkat, ponsel  jadul yang ibu punya berdering keras. Rupanya istriku memberi kabar ada rombongan keluarga dari Wonosobo yang datang.  Kami bergegas pulang ke rumah.
Suasana di rumah kini menjadi ramai dan penuh dengan wajah kegembiraan, saling tegur sapa, saling bercerita. Dari masalah keluarga  sampai masalah gunung Merapi, Mbah Marijan dan wedus  gembelnya yang sudah menelan korban, bahkan nyawapun sudah banyak  menjadi korban.
Saking asyikya mendengarkan cerita, lupa kalau teman-teman sudah menunggu cukup lama untuk beratih bersama, dengan perasaan serba salah akupun pamit meninggalkan keluarga istri  dari Wonosobo itu, menuju lapangan olah raga .
Tak lama kemudian sampailah dilapangan badminton, terlihat teman-teman sedang bersiap-siap sebagian bahkan sudah mulai  pemanasan. Tidak ingin ketinggalan akupun bersiap-siap seperti apa yang mereka lakukan, namun belum selesai mempersiapkan segala sesuatu untuk  bermain, terdengar suara anak ayam menciap-ciap tanda ada pesan singkat yang masuk pada ponselku. Segera kubuka isinya mengharap agar  untuk pulang lagi ke rumah.
Ternyata ada satu rombongan lagi keluarga dari Wonosobo, dengan sedikit kecewa bercampur rasa ingin cepat bermain akhirnya  meninggalkan teman-teman yang sedang pemanasan.
Kini  suasana di rumah kian ramai, bertambahnya satu rombongan yang banyak membawa anak-anak itu sungguh keadaan menjadi hiruk pikuk, karena daya tampung rumah yang tidak sesuai dengan jumlah penghuni  yang ada.
Cukup lama kita saling bercengkerama, maklum famili yang secara kekerabatan masih sangat dekat namun tidak terlalu sering bertemu sehingga rasa kangen dan  apa yang disampaikan seakan tak ada habisnya. Hingga pada akhirnya sekitar pukul 7.00 wib keluarga dari Wonosobo itu beranjak pamitan untuk pulang.
Setelah itu akupun bergegas untuk kembali ke teman-teman lagi di lapangan, ini adalah kali ketiga aku bolak-bali dari rumah ke lapangan. Dalam hati berpikir masih ada waktu untuk bisa melampiaskan hobiku, karena waktu belum terlalu siang, teman-temanpun masih siap untuk beberapa set permainan.
Namun apa yang terjadi saat aku berganti pakaian olahraga, aku merasa ada sesuatu yang kurang. Ya dompet sepertinya tertinggal di rumah atau terjatuh karena mondar-mandir utara selatan dengan tergesa-gesa. Aku coba hubungi istri di rumah untuk memastikan keberadaan dompetku itu, tapi tak dijumpainya di tempat dimana dompet biasa disimpan.
Otakpun sekarang sudah tidak lagi konsentrasi pada keinginan untuk badminton, malah sudah berubah menjadi pikiran ini kian kacau balau berantakan. Aku coba menenangkan diri pandangan aku alihkan dari satu sudut ke sudut yang lain dengan mata tajam penuh pengharapan. Sekali lagi hape berdering ada kabar bahwa dompet sudah ditemukan oleh seseorang.
Mendengar itu hati sedikit lega, meskipun dalam hati masih brtanya-tanya apakah isi dompet berupa surat-surat berharga masih dalam keadaan utuh. Harapan dan ketidakpercayaan berkecamuk dalam angan-anganku   bimbang dan ragu akan niat baik pada diri mereka yang sudah menemukan itu.
Dengan berat hati rasanya aku harus kembali meninggalkan teman-teman. Kali ini aku harus mencari keberadaan orang itu. Ada Informasi yang menggembirakan karena sebenarya barang itu sudah coba di kembalikan kepada pemilik, atas dasar alamat KTP yang ada pada dompet itu. Kartu Tanda Penduduk masih menunjukkan alamat lama, sehingga niat baik si penemu barang itu belum dapat terlaksana.
Si penemu itu hanya pesan buat pemilik bahwa dompet ada pada saya, silahkan diambil di rumah dengan membawa bukti kepemilikan yang lain. Saya takut menitipkan barang ini arena berisi uang cukup banyak, katanya. Rupanya si penemu itu memang orang yang jujur dan dapat di percaya serta bertanggungjawab terhadap apa yang mereka lakukan.
Aku meluncur menuju alamat yang telah diberitahukan itu, Pak Wartam namanya dan tinggal di Desa Sijeruk. Desa yang berdekatan dengan desa dimana saya dulu tinggal sebelum pindah  meninggalkan desa itu ke tempat yang baru.
Kurang lebih 20 menit perjalanan dengan sepeda motor aku telah sampai ke alamat, lagi-lagi harapanpun tak selancar yang aku bayangkan. Karena orang yang aku cari itu belum sampai dirumah, ia masih mengantarkan pengantar jamaah calon haji dari desa tetangga yang lokasinya jauh lebih terpencil. Akupun harus bersabar menunggu kepulangan Pak Wartam yang tak kunjung pulang.
Lama aku menunggu, kesabaranpun berbuah manis. Pak Wartam pulang dan belum sempat duduk pak Wartam langsung menunjukkan dompetnya. Ini lho dompetnya ada pada saya, hatikupun semakin lega dan berdebar senang. Sekarang sudah dapat dipastikan semua surat-surat penting dan uang yang sedianya untuk membeli binatang kurban masih utuh. Hal itu terpancar dari raut wajah pak Wartam yang mengisyaratkan sebuah kejujuran dan watak terpuji.
Dengan menunjukkan Kartu Keluarga kepada Pak Wartam, pak Wartampun percaya bahwa dompet berserta isinya itu adalah milikku. Sirnalah pikiran kurang baik, rasa bimbang dan ragu, was-was bahkan kecurigaan.
Pak Wartam adalah sosok pedagang lelaki yang bertanggungjawab jujur dan dapat dipercaya, hidup bersama dengan satu orang istri dan dua orang anak laki-laki dan perempuan. Kehidupan yang mereka jalani sangat bersahaja dan merekapun  kelihatan sebagai keluarga yang taat beribadah.
Akuipun menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pak Wartam yang dengan tulus ihklas menemukan menjaga dan kemudian mengembalikannya. Sunguh ini adalah suatu kejujuran yang sudah mulai jarang kita temukan, namun  ternyata masih ada manusia-manusia baik semacam Pak wartam ini
Lewat media ini sekali lagi aku menyampaikan terimaksih kepada pak Wartan, semoga amal baik Bapak diterima oleh Alloh SWT dan akan mendapatkan balasan yang lebih dari yang maha Kuasa. Amin

No comments:

Post a Comment

Jadilah anda yang pertama

Berita Terbaru