Saturday, January 14, 2012

Anggapan Salah tentang Shalat 40 di Nabawi

Sebagian jama’ah haji ada yang menggunakan kesempatan berziarah ke Madinah untuk melaksanakan shalat empat puluh kali secara berturut-turut di masjid Nabawi. Amaliah ini lebih kita kenal dengan istilah Shalat Arba’in. Ada yang sempat menanyakan pada penulis, “Saya mau tanya tentang yang namanya ARBAIN dalam kegiatan rombongan haji. Katanya disunnahkan untuk menunaikan ibadah sunnah Arbain yakni shalat berjamaah 40 waktu di Masjid Nabawi. Apakah kegiatan yang dinamakan Arbain ini ada tuntunannya? Karena saya sudah membaca buku-buku yang berkaitan dengan haji & umrah tetapi tidak mendapatkan amalan sunnah seperti yang dilakukan oleh orang-orang.”
Mengenai anjuran shalat Arba’in di Madinah yaitu shalat 40 kali berturut-turut di sana, sebagian orang berhujah dengan hadits berikut ini.
Dari Anas bin Malik, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa melaksanakan shalat sebanyak 40 kali shalat di masjidku (baca: Masjid Nabawi) dalam keadaan tidak tertinggal satupun shalat, maka akan dicatat baginya keterbebasan dari api neraka dan keselamatan dari kemunafikan.”
Syaikh Muqbil Al Wadi’iy rahimahullah–ulama hadits dari Yaman- menilai bahwa hadits di atas tidak shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syaikh Al Albani rahimahullah menilai bahwa hadits tersebut adalah hadits munkar. Syaikh juga mengatakan, “Sanad hadits ini dho’if (lemah). Ada seorang perowi bernama Nubaith yang tidak dikenali statusnya.”
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if (lemah) karena status Nubaith bin ‘Umar yang tidak diketahui.
Sedangkan komentar Al Haitsamiy dalam Al Majma’ Az Zawa’idyang mengatakan bahwa periwayat hadits di atas tsiqoh (terpercaya), dikomentari oleh Syaikh Al Albani, “Beliau sudah salah sangka karena Nubaith bukanlah periwayat dari kitab shahih, bahkan dia bukan periwayat dari kutubus sittah lainnya.”
Kesimpulan : Hadits shalat arba’in di atas adalah hadits yang lemah (dho’if).
Shalat jama’ah di masjid nabawi adalah amal yang sangat terpuji. Bahkan menurut pendapat yang kuat shalat berjamaah di masjid bagi laki-laki itu hukumnya wajib ‘ain. Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Adapun shalat jama’ah, aku tidaklah memberi keringanan bagi seorang pun untuk meninggalkannya kecuali bila ada udzur.”
Akan tetapi, yang memotivasi amal yang satu ini adalah hadits yang lemah (dho’if), ini tentu sangat disayangkan. Lebih ironi lagi jika mewajibkan untuk berada di kota Madinah selama sepekan dalam rangka mendapatkan keutamaan arbain ini. Andai motivasi untuk melakukan Shalat Arbain tersebut adalah hadits yang kuat berikut ini tentu lain lagi keadaannya.


“Barangsiapa mengerjakan shalat secara ikhlas karena Allah selama empat puluh hari dengan berjamaah dan dengan mendapatkan takbiratul ihram maka dicatat untuknya dua kebebasan, yaitu bebas dari neraka dan bebas dari kemunafikan.”

Mengenai hadits ini, Ath Thibi menjelaskan, “Di dunia Allah akan menyelamatkannya dari beramal sebagaimana amal orang munafik dan Allah akan beri taufik padanya untuk beramal sebagaimana amal orang yang ikhlas. Sedangkan di akherat nanti Allah akan menyelamatkannya dari berbagai amal yang menyebabkan orang munafik disiksa dan Allah akan bersaksi bahwa dia bukanlah seorang munafik. Artinya sesungguhnya orang-orang munafik jika hendak mengerjakan shalat mereka berdiri dengan malas sedangkan keadaan orang tersebut jelas sangat berbeda.”
Riwayat ini berasal dari Anas bin Malik, sama dengan riwayat Shalat Arba’in di atas. Namun ada sebagian orang yang termotivasi melaksanakan shalat arba’in dengan hadits dho’if (lemah) yang kami sebutkan di awal, ini yang keliru. Akan tetapi, jika ia beramal shalat jama’ah sebanyak empat puluh hari berdasarkan hadits kedua ini, maka itu tidak bisa disalahkan.
Dari hadits kedua ini, ada pelajaran penting yang bisa kita gali yaitu keutamaan bagi orang yang mendapati takbiratul ihram bersama imam.
Penulis Tuhfatul Ahwadzi –Muhammad ‘Abdurrahman bin ‘Abdurrahim Al Mubarakfuri Abul ‘Ala- mengatakan, “Dari hadits ini menunjukkan bahwa mendapati takbiratul ihram bersama imam adalah sesuatu amalan sunnah yang sangat ditekankan. Sampai-sampai para ulama salaf terdahulu, jika luput dari takbiratul bersama imam, mereka demikian sedih selama tiga hari. Bahkan jika mereka luput dari shalat jama’ah, mereka terus sedih hingga tujuh hari lamanya.”
Semoga Allah meluruskan pemahaman kaum muslimin yang keliru selama ini. Semoga Allah memudahkan kita untuk mengamalkan ilmu dan istiqomah dalam beramal. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
sumber : klik disini

No comments:

Post a Comment

Jadilah anda yang pertama

Berita Terbaru