Friday, May 28, 2010

Prie GS - "Hujan - Hujanan ( bagian 2 )"

Sudah saya ceritakan di kolom terdahulu betapa makin hari, sakit kepala makin sering menghampiri. Seluruh dugaan penyebabnya juga sudah saya utarakan. Bisa karena usia, pola makan dan pola berolah raga, hingga mutu kelakuan saya sebagai manusia. Tetapi karena semua kecurigaan itu memiliki risiko keliru meksipun juga memiliki kemungkinan benar, saya sepakat untuk meringkasnya saja: bahwa yang paling dominan dari itu semua ialah karena saya kurang istirahat dan terlalu banyak berpikir dan bekerja.
Setelah saya timbang-timbang penyebab inilah yang paling saya suka karena memang sebab itulah yang paling banyak saya rasakan. Makin tua, bukannya makin tenang, tetapi makin tegang itulah hidup saya. Karena jika karier saya gagal, kegagalan itu sepenuhnya adalah tanggung jawab saya. Padahal karier ini pula yang kepalang menjadi tumpuhan tidak cuma keluarga tetapi juga seluruh mata rantai sosial saya. Karena hidup memang tidak cuma keluarga tapi juga saudara, tetangga, orang lain dan kalau perlu bangsa dan negara, kalau mungkin adalah jagat seisinya.

Jadi menjadi semakin tua sejatinya hanya untuk makin mandiri dan sendiri. Menjadi semakin terkenal seseorang sejatinya hanya agar lebih mudah diketahui baik buruknya kelakuan. Menjadi makin kuat sejatinya hanya untuk agar seseorang berkesempatan diberi lebih banyak beban. Jadi dari sudut bertambahnya kesulitan, tidak ada yang enak dari makin menjadi tua, terkenal dan kuat itu. Seluruhnya hanya berisi tambahan pesoalan karena itulah hidup menjadi makin penuh beban.

Percayalah saya: bahkan jika perusahaan Anda membesar dan karyawan Anda makin bertambah, bukan kesuksesan yang pertama kali Anda bayangkan, tetapi beban. Hidup menjadi penuh frasa ‘'apa jadinya'' di kepala. Apa jadinya jika bahan baku naik, apa jadinya jika keuntungan menurun, apa jadinya jika karyawan nunggak bayaran, apa jadinya jika perusahaan tak berjalan, apa jadinya jika karyawan terpaksa dirumahkan.... Makin membesar dan menguat kedudukan seseorang makin memanjang daftar ‘'apa jadinya'' itu menghuni hidup kita.

Di dalam ukurannya, hidup saya itu juga mulai dipenuhi rangkaian ‘'apa jadinya'' . Apa jadinya jika anak-anak gagal mendapat pendidikan yang baik. Apa jadinya jika rumah kreditan ini gagal saya lunasi. Apa jadinya jika kekuatan saya cuma melunasi rumah yang sepetak ini. Padahal negara ini penuh tanah, gunung, ngarai dan lembah yang amat luas. Tapi apa jadinya jika di tengah keluasan itu kemampuan saya cuma menempati sebilik kecil tanah itupun harus dengan cicilan.


Tegang, itulah kemudian pekerjaan saya. Maka kerja keras sekuat yang saya bisa itulah akibatnya. Bahkan di dalam tidur pun otak saya bekerja. Mata saya terpejam tetapi jiwa saya meronta-ronta. Rampung pekerjaan satu, bukan rasa lega yang saya peroleh, tetapi langsung bayangan pekerjaan berikutnya. Bahkan pekerjaan yang mestinya masih nun jauh di sana, hari ini sudah saya angkut ke sini untuk memenuhi kepala.


Akibatnya bisa ditebak. Tidur saya menjadi ajang kelelahan baru. Miring ke sini, miring ke sana. Di dalam setiap kemiringan hanya berisi gelisah semata. Mimpi buruk datang bergantian. Di menit ini mimpi ketemu pocongan, di menit berikutnya si pocongan sudah berubah menjadi kuntilanak kelaparan. Horor seluruhnya! Jadi tidur saya itu bukan untuk menjadi tempat istirahat, tetapi malah sebagai pusat kelelahan. Karena rumitnya persoalan, apa boleh buat, kolom ini harus bersambung lagi edisi depan!

No comments:

Post a Comment

Jadilah anda yang pertama

Berita Terbaru