Pagi itu aku dikagetkan dengan kabar bencanaa di desa tetangga, tanpa berpikir panjang lagi aku bersama teman-teman terdekat segera menuju lokasi kejadian. Sepanjang perjalanan jantung bedetak kencang, hati berdebar-debar dipenuhi seribu tanda tanya apa gerangan yang terjadi. Jarak yang sebenarnya dekat dan waktu tempuh yang singkatpun terasa sangat lama.
Sesampainya disana akupun hampir tidak percaya terhadap apa yang aku lihat kala itu, sungguh suatu pemandangan yang sangat memilukan, mengenaskan, pemandangan yang membuat merinding bulu kuduk, bahkan sekujur tubuhku terasa dingin.
Disana sini terdengar suara jerit tangis histeris, tidak sedikit dari mereka yang tak sadarkan diri karena kehilangan orang-orang terdekat, kehilangan anak, kehilangan orang tua dan kehilangan orang-orang yang dicintainya.
Bencana alam yang terjadi 4 Januari 2006 itu mengakibatkan ratusan rumah rata dengan tanah tertimbun lereng gunung yang longsor, puluhan orang luka-luka dan sebanyak 96 nyawa melayang.
Perkampungan yang terletak di sebelah timur gunung Pawinihan itu sebenarnya berada cukup jauh dari tebing gunung. Bahkan sebelum sampai ke kaki tebing terdapat kawasan persawahan yang cukup luas. Namun apa daya, jika yang Maha Kuasa berkehendak tak ada satu mahlukpun yang mampu menghalangiNya.
Peristiwa itulah yang selalu saja hadir dalam benak pikiranku, apalagi setiap kali turun hujan aku menjadi was-was dan sering berpikiran buruk terhadap keselamatan istri dan anak-anak yang masih kecil serta keluarga yang semua tinggal di dekat tebing, tepatnya di kaki Gunung Lawe.
Pikiran itulah yang akhirnya mengurungkan niatku untuk membuat sebuah rumah tempat tinggal di dekat perbukitan. Kawasan yang memang tidak layak untuk dibangun sebuah perkampungan, karena tingkat kemiringannya yang cukup curam. Sebuah kawasan yang selayaknya diperuntukkan membangun sebuah hutan industri atau lebih tepat lagi hutan lindung.
Lahan yang sudah aku persiapkan beberapa tahun sebelumnya terpaksa dibiarkan begitu saja, sambil menunggu mendapatkan tempat yang cocok dan layak untuk tempat tinggal dan lingkungan yang cocok pula.
Kurang lebih satu tahun sejak peristiwa itu berkat informasi dari teman-teman aku mendapatkan lokasi yang cukup strategis dan kondusif untuk perkembangan masa depan keluarga. Sebuah tempat yang cukup sepi namun tidak jauh dari kota, kota dimana tempat aku dan istriku mencari nahkah sehari-hari. Tempat dimana banyak terdapat fasilitas umum, seperti pasar, sekolah, kantor pemerintahan serta sarana dan prasarana lainnya.
Sampai disini bayangan akan ketakutan sudah sedikit berkurang, terlebih-lebih dua tahun selepas itu (27 Juli 2008) kami mencoba memberanikan diri untuk memulai mendirikan rumah. Pekerjaan yang putus nyambung menjadikan rumah yang sangat diidam-idamkan itu tak kunjung selesai, maklum saja memang karena dana yang belum mencukupi, sehingga pekerjaan tidak berjalan sesuai keinginan untuk lekas jadi. Alhamdullilah pertengahan tahun 2009 bagian dalam rumah sudah selesai. Biarlah bagian luar begitu adanya.
Akhirnya rumah yang serba kekurangan itu kini berdiri meski tidak besar dan tidak bagus, tapi setidaknya dapat untuk berteduh kami sekeluarga. Sebuah rumah sederhana namun mewah alias mepet sawah, karena disekeliling masih banyak terdapat hamparan sawah yang cukup luas.
Pada tanggal 14 Oktober 2009 kami memutuskan untuk menempati rumah baru pinggir sawah. Meski berat rasanya, karena kami harus meninggalkan orang tua yang sedang sakit. Ya bapak saya menderita stroke sejak beberapa bulan sebelumnya. Atas restu dari orang tua kami pindah dari desa kelahirannku menuju tempat yang baru, dengan harapan baru tentunya.
Kawasan baru ini bernama baturgedhe, sebuah wilayah yang berada di sebelah utara sungai serayu dan sebelah selatan sungai merawu, tempat yang cukup datar cocok untuk pengembangan kota Banjarnegara nantinya.
Beruntung sekali kami bisa tinggal di lingkungan baru yang sangat baik buat perkembangan anak-anakku. Lingkungan yang didiami sekitar 45 kepala keluarga dengan latar belakakang pendidikan yang cukup tinggi, dengan kehidupan sehari-hari cukup bersahaja serta santun dalam bertingkahlaku. Kehidupan yang sangat agamis dengan toreransi antar warga yang begitu kuat semakin melengkapi suasana batin di lingkungan ini.
Ya Alloh semoga di tempat yang baru ini kami selalu dalam lindunganMU, mendapatkan rezeki cukup dari rahmatMU, dan bimbinglah kami untuk melangkah maju, menuju cia-cita dengan tetap menjalankan segala titahMu serta meninggalkan apa ang menjadi laranganMu.
Amin.
No comments:
Post a Comment
Jadilah anda yang pertama